Tujuan Program

Perahu Kuning
Apresiasi Ilmuwan
Memberikan penghargaan kepada sejumlah ilmuwan yang berbagi untuk kepentingan masyarakat luas lewat pengabdian kepada profesi kepakaran mereka.
Apresiasi masyarakat
Memberikan penghargaan kepada perseorangan yang penuh dedikasi mengabdi kepada masyarakat dan menjadi pendamping Kompas sebagai pendidik serta mercusuar untuk berani tahu, berani berbicara, dan terus belajar berdemokrasi tanpa meninggalkan tata krama keilmuan dan sopan santun masyarakat.
Pemberdayaan SDM
Mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang unggul untuk memproduksi ide, gagasan dan menawarkan jalan keluar, terobosan, dan membawakan pencerahan.

Kilas Balik Penerima Anugerah

2021

  • Prof. Dr. dr. Samsuridjal Djauzi, SpPD-KAI
  • Dr. Andi Nafsiah Walinono Mboi, Sp.A., M.P.H.

2020

  • Prof Dr Asvi Warman Adam
  • Drh. Tri Satya Putri Naipospos Hutabarat, PhD

2019

  • Herawati Sudoyo, MS, PhD
  • Prof Ramlan Surbakti, MA, PhD

2018

  • Dr. Anita Lie, M.A., Ed.D.
  • Ashadi Siregar

2017

  • Adi Andojo Soetjipto, SH
  • Dr J Kristiadi
  • Prof Sawitri Supardi Sadarjoen Psi Klin

2016

  • Faisal Basri, SE, MA
  • Dr Ignas Kleden, MA
  • Prof Mayling Oey-Gardiner, PhD

2015

  • Prof. Dr. Sri Moertiningsih Adioetomo, SE, MA, PhD.
  • Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, CBE
  • Yudi Latif
  • A Prasetyantoko, SE, MSc, PhD
  • Pdt. Drs. Yonky Karman PhD.

2014

  • Prof Ir Eko Budihardjo, MSc
  • Sulastomo
  • Prof DR Susityowati Irianto
  • Prof. Dr. Franz Magnis Suseno, SJ
  • Radhar Panca Dahana

2013

  • Prof Dr H Ahmad Syafii Maarif
  • Budi Darma, Ph.D, M.A.
  • Dr. (H.C.) Ir. H. Salahuddin Wahid
  • Benjamin Mangkoedilaga
  • Karlina Supelli

2012

  • Prof. Dr. H. Mochtar Pabottingi
  • Dr. Daoed Joesoef
  • Mona Lohanda, M.Phil

2011

  • Prof M Arsjad Anwar
  • Sayidiman Suryohadiprojo
  • Dr Mochtar Naim, M.A.
  • Sitti Leila Chairani Budiman

2010

  • Prof Bambang Hidayat
  • Prof. Dr. (lur) H. Adnan Buyung Nasution, SH
  • Prof Dr. RP Soejono
  • Dr Mely G Tan, M.A.
  • Dr. Sediono M.P Tjondronegoro

2009

  • Prof Dr Saparinah Sadli
  • Prof Liek Wilardjo, Ph.D, DSc
  • Prof Emeritus Dr Ir Sjamsoe’oed Sadjad, MSc
  • Dr Kartono Mohamad
  • Prof Maria SW Sumardjono, S.H., M.C.L., M.P.A.

2008

  • MT Zen
  • Prof Dr Ir Sajogyo
  • Prof Dr Satjipto Rahardjo SH
  • Prof Soetandyo Wignyosoebroto, MPA
  • Dr Thee Kian Wie

Profil Cendekiawan

Prof. Emil Salim, Ph.D.

Cendekiawan Kompas Berdedikasi Kompas 2022

EmilSalim

Profil Prof Emil Salim

Usianya kini 92 tahun, tapi Prof Emil Salim Phd tetap bernas menyuarakan aneka persoalan bangsa ini sekaligus menawarkan solusinya. Tak terbilang jasanya bagi negeri ini.
Sudah tujuh presiden yang memimpin Indonesia, tapi Emil Salim terus konsisten berkontribusi dalam berbagai bidang. Dia juga bolak-balik mendapatkan amanah, mulai dari bidang ekonomi, pemerintahan, perhubungan, lingkungan hidup, hingga riset. Ini belum termasuk pengabdiannya di bidang pendidikan dan literasi sebagai penulis buku dan opini.
Kiprah Emil dimulai dari ilmu ekonomi yang dipelajarinya hingga mendapatkan gelar PhD dari University of California at Berkeley, Amerika Serikat. Dua tahun setelah lulus, tepatnya pada 1966, Emil masuk ke dalam tim ahli Presiden Soekarno.
Kiprahnya berlanjut pada pemerintahan Presiden Soeharto. Pada 1967-1968, Emil diangkat sebagai Ketua Sub Dewan Produksi Dewan Stabilisasi Ekonomi. Alasan pengangkatannya karena Indonesia saat itu sedang mengalami krisis ekonomi, hiperinflasi, defisit anggaran, angka pengangguran tinggi, serta ketiadaan devisa dan kas.
Pada 1972, Emil pertama kali bersentuhan dengan dunia lingkungan hidup. Kala itu, Emil yang menjabat Menteri Negara Penyempurnaan dan Pembersihan Aparatur Negara berangkat ke Stockholm, Swedia untuk menghadiri Konferensi Lingkungan Hidup pertama di dunia. Kala itu, Emil ditunjuk sebagai ketua delegasi dari Indonesia.
Setelah kembali dari sana, di tahun yang sama, dirinya ditunjuk sebagai ketua tim koordinasi lingkungan hidup dan pembangunan nasional. Dari situ, Emil beberapa kali dipercaya untuk menjabat posisi menteri lingkungan hidup.
Emil bercerita, dirinya pernah menghadap Soeharto untuk menyatakan bahwa dirinya tidak cukup kompeten di bidang lingkungan dan ekologi.
“Saya mengatakan, untuk lingkungan dan ekologi, saya tidak menguasai. Saya tidak pernah mendapatkan pelatihan tentang itu. Pak Harto kemudian menjawab, saya juga tidak pernah mendapatkan pelatihan sebagai presiden,” ujarnya.
Emil melanjutkan, Soeharto mengatakan bahwa ekonomi dan ekologi itu saling berkaitan, yaitu rumah tangga ekonomi dan rumah tangga alam. Dari situ, Emil kemudian mulai berkecimpung semakin dalam dengan lingkungan hidup. Pada 1993, Emil mendirikan Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (Kehati).
Di samping itu, Emil terus berkontribusi di bidang lain seperti pengembangan SDM, pendidikan, dan kesehatan. Dia juga konsisten menuliskan buah pikirannya. Di Kompas sendiri, dalam rentang 2011-2021, Emil telah menulis 23 tulisan opini.
Emil juga tercatat sebagai pengajar, dewan penyantun, dan anggota di sejumlah kampus dan keilmuan. Dia juga berperan sebagai pengarah dewan riset BRIN. Harapan Emil ke depan, pendidikan harus diutamakan agar tercapai tujuan kita pada 2045, yaitu Indonesia Emas.
“Semoga semua anak-anak dapat paham tentang ilmu sehingga dapat membantu pembangunan Tanah Air.”

Meuthia Ganie-Rachman

Cendekiawan Kompas Berdedikasi Kompas 2022

Meuthia-Ganie-Rochman

Profil Meuthia Ganie-Rochman

Sudah lebih dari tiga dekade, Meuthia Ganie-Rochman menggeluti dunia sosiologi organisasi dan tata kelola organisasi. Dari bidang yang dia cintai itu, Meuthia juga memiliki ketertarikan terhadap isu korupsi.
Dari kacamatanya, korupsi tidak hanya memiliki permasalahan soal cara memberantasnya saja. Meuthia melihat, cara untuk menekan angka korupsi bisa melalui pencegahan sedini mungkin melalui tata kelola organisasi yang baik.
Meuthia Ganie-Rochman sendiri adalah seorang ahli Sosiologi Organisasi dan Sosiologi Pembangunan, mengajar di Departemen Sosiologi Universitas Indonesia. Baginya, korupsi menyebabkan ketidakadilan, ketimpangan, kemiskinan, dan banyak dampak nyata lain yang terpampang di kehidupan.
Alih-alih memberantasnya dengan cara yang agresif, Meuthia memilih menggunakan pendekatan institusional. “Saya seorang institusionalis.”
Sepak terjang sosiolog organisasi ini kemudian membuat dirinya disematkan namanya menjadi bagian dari panitia seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi periode 2015-2019. Dia kemudian dipercaya menjadi panelis dalam uji publik calon pimpinan KPK pada 2019-2023.
Kecintaan Meuthia pada sosiologi organisasi sudah tumbuh sejak SMP. Karena kecintaannya pada bidang ini, Meuthia mampu mendapatkan gelar Phd di bidang sosiologi politik dari University of Nijmegen, Belanda. Hingga sekarang, Meuthia tak pernah berhenti untuk menambah pengetahuannya.
“Saya mengembangkan sendiri tentang kepemimpinan. Untuk menjadi pemimpin, dia harus tahu juga cara melakukan perubahan dari sistem, bukan hanya sekadar baik dan pintar saja. Bukan tidak cukup, tetapi ini yang menjadi dasar moralitas saya dalam memilih pemimpin,” ujarnya.
Bagi Meuthia, jujur menjadi hal mutlak bagi pemimpin. Selain itu, dia juga harus memiliki pengetahuan. Semakin seseorang punya pengetahuan, dia tidak akan sekadar kasihan pada orang tidak beruntung, tetapi juga berpikir apa yang membuat mereka berada dalam posisi itu.
“Semakin kita belajar, semakin pintar kita dan tahu rupanya ada personal-persoalan mengenai perbaikan sistem dan ketimpangan, serta ketidakadilan,” ujarnya.
Meuthia, selain menjadi pengajar di UI, menjadi Ketua Pembina Yappika - sebuah lembaga swadaya masyarakat yang mengorientasikan perannya dalam memperkuat keterlibatan masyarakat dalam peningkatan pelayanan publik. Selain itu, dia juga menjabat sebagai dewan pengurus anggota transparansi internasional Indonesia.
Penerima dana postdoc dari KNAW-sebuah organisasi yang didedikasikan untuk sains dan sastra di Belanda ini juga kerap berbagi pemikirannya melalui jurnal internasional dan menulis opini di Harian Kompas.
Kini, di usia 61 tahun, Meuthia tengah fokus melakukan riset tentang institusional dan organisasional dalam masyarakat digital dan mengembangkan pendekatan baru untuk penguatan masyarakat pasca pandemi.
“Bagi saya, cara paling mudah untuk meramalkan dan melakukan sesuatu adalah dengan melihat karakter organisasi yang kita punya. Itu mungkin berdasarkan pengalaman hidup sehingga saya bisa menemukan fakta itu. Dan saya selalu terdorong untuk berbicara apa yang belum pernah dibicarakan oleh orang lain,” pungkasnya.

Penghargaan Cendekiawan Berdedikasi 2022

Tahun ini, Kompas memilih Prof Emil Salim dan Dr Meuthia Ganie-Rochman untuk menerima penghargaan Cendekiawan Berdedikasi. Kontribusi mereka dalam bidang ekonomi, lingkungan, dan sosial juga selaras dengan tema HUT ke-57 Kompas, “Rekoneksi”, yang kemudian dikerucutkan lagi pada edisi khusus menjadi “Menguatkan Relasi Penghuni Bumi”.