Tahun ini, Kompas memilih Prof Emil Salim dan Dr Meuthia Ganie-Rochman untuk menerima penghargaan Cendekiawan Berdedikasi. Kontribusi mereka dalam bidang ekonomi, lingkungan, dan sosial juga selaras dengan tema HUT ke-57 Kompas, “Rekoneksi”, yang kemudian dikerucutkan lagi pada edisi khusus menjadi “Menguatkan Relasi Penghuni Bumi”.
Tujuan Program

Apresiasi Ilmuwan
Memberikan penghargaan kepada sejumlah ilmuwan yang berbagi untuk kepentingan masyarakat luas lewat pengabdian kepada profesi kepakaran mereka.
Apresiasi masyarakat
Memberikan penghargaan kepada perseorangan yang penuh dedikasi mengabdi kepada masyarakat dan menjadi pendamping Kompas sebagai pendidik serta mercusuar untuk berani tahu, berani berbicara, dan terus belajar berdemokrasi tanpa meninggalkan tata krama keilmuan dan sopan santun masyarakat.
Pemberdayaan SDM
Mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang unggul untuk memproduksi ide, gagasan dan menawarkan jalan keluar, terobosan, dan membawakan pencerahan.
Kilas Balik Penerima Anugerah
2021
- Prof. Dr. dr. Samsuridjal Djauzi, SpPD-KAI
- Dr. Andi Nafsiah Walinono Mboi, Sp.A., M.P.H.
2020
- Prof Dr Asvi Warman Adam
- Drh. Tri Satya Putri Naipospos Hutabarat, PhD
2019
- Herawati Sudoyo, MS, PhD
- Prof Ramlan Surbakti, MA, PhD
2018
- Dr. Anita Lie, M.A., Ed.D.
- Ashadi Siregar
2017
- Adi Andojo Soetjipto, SH
- Dr J Kristiadi
- Prof Sawitri Supardi Sadarjoen Psi Klin
2016
- Faisal Basri, SE, MA
- Dr Ignas Kleden, MA
- Prof Mayling Oey-Gardiner, PhD
2015
- Prof. Dr. Sri Moertiningsih Adioetomo, SE, MA, PhD.
- Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, CBE
- Yudi Latif
- A Prasetyantoko, SE, MSc, PhD
- Pdt. Drs. Yonky Karman PhD.
2014
- Prof Ir Eko Budihardjo, MSc
- Sulastomo
- Prof DR Susityowati Irianto
- Prof. Dr. Franz Magnis Suseno, SJ
- Radhar Panca Dahana
2013
- Prof Dr H Ahmad Syafii Maarif
- Budi Darma, Ph.D, M.A.
- Dr. (H.C.) Ir. H. Salahuddin Wahid
- Benjamin Mangkoedilaga
- Karlina Supelli
2012
- Prof. Dr. H. Mochtar Pabottingi
- Dr. Daoed Joesoef
- Mona Lohanda, M.Phil
2011
- Prof M Arsjad Anwar
- Sayidiman Suryohadiprojo
- Dr Mochtar Naim, M.A.
- Sitti Leila Chairani Budiman
2010
- Prof Bambang Hidayat
- Prof. Dr. (lur) H. Adnan Buyung Nasution, SH
- Prof Dr. RP Soejono
- Dr Mely G Tan, M.A.
- Dr. Sediono M.P Tjondronegoro
2009
- Prof Dr Saparinah Sadli
- Prof Liek Wilardjo, Ph.D, DSc
- Prof Emeritus Dr Ir Sjamsoe’oed Sadjad, MSc
- Dr Kartono Mohamad
- Prof Maria SW Sumardjono, S.H., M.C.L., M.P.A.
2008
- MT Zen
- Prof Dr Ir Sajogyo
- Prof Dr Satjipto Rahardjo SH
- Prof Soetandyo Wignyosoebroto, MPA
- Dr Thee Kian Wie
Profil Cendekiawan

Prof. Emil Salim, Ph.D.
Cendekiawan Kompas Berdedikasi Kompas 2022

Profil Prof Emil Salim
Usianya kini 92 tahun, tapi Prof Emil Salim Phd tetap bernas menyuarakan aneka persoalan bangsa ini sekaligus menawarkan solusinya. Tak terbilang jasanya bagi negeri ini.
Sudah tujuh presiden yang memimpin Indonesia, tapi Emil Salim terus konsisten berkontribusi dalam berbagai bidang. Dia juga bolak-balik mendapatkan amanah, mulai dari bidang ekonomi, pemerintahan, perhubungan, lingkungan hidup, hingga riset. Ini belum termasuk pengabdiannya di bidang pendidikan dan literasi sebagai penulis buku dan opini.
Kiprah Emil dimulai dari ilmu ekonomi yang dipelajarinya hingga mendapatkan gelar PhD dari University of California at Berkeley, Amerika Serikat. Dua tahun setelah lulus, tepatnya pada 1966, Emil masuk ke dalam tim ahli Presiden Soekarno.
Kiprahnya berlanjut pada pemerintahan Presiden Soeharto. Pada 1967-1968, Emil diangkat sebagai Ketua Sub Dewan Produksi Dewan Stabilisasi Ekonomi. Alasan pengangkatannya karena Indonesia saat itu sedang mengalami krisis ekonomi, hiperinflasi, defisit anggaran, angka pengangguran tinggi, serta ketiadaan devisa dan kas.
Pada 1972, Emil pertama kali bersentuhan dengan dunia lingkungan hidup. Kala itu, Emil yang menjabat Menteri Negara Penyempurnaan dan Pembersihan Aparatur Negara berangkat ke Stockholm, Swedia untuk menghadiri Konferensi Lingkungan Hidup pertama di dunia. Kala itu, Emil ditunjuk sebagai ketua delegasi dari Indonesia.
Setelah kembali dari sana, di tahun yang sama, dirinya ditunjuk sebagai ketua tim koordinasi lingkungan hidup dan pembangunan nasional. Dari situ, Emil beberapa kali dipercaya untuk menjabat posisi menteri lingkungan hidup.
Emil bercerita, dirinya pernah menghadap Soeharto untuk menyatakan bahwa dirinya tidak cukup kompeten di bidang lingkungan dan ekologi.
“Saya mengatakan, untuk lingkungan dan ekologi, saya tidak menguasai. Saya tidak pernah mendapatkan pelatihan tentang itu. Pak Harto kemudian menjawab, saya juga tidak pernah mendapatkan pelatihan sebagai presiden,” ujarnya.
Emil melanjutkan, Soeharto mengatakan bahwa ekonomi dan ekologi itu saling berkaitan, yaitu rumah tangga ekonomi dan rumah tangga alam. Dari situ, Emil kemudian mulai berkecimpung semakin dalam dengan lingkungan hidup. Pada 1993, Emil mendirikan Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (Kehati).
Di samping itu, Emil terus berkontribusi di bidang lain seperti pengembangan SDM, pendidikan, dan kesehatan. Dia juga konsisten menuliskan buah pikirannya. Di Kompas sendiri, dalam rentang 2011-2021, Emil telah menulis 23 tulisan opini.
Emil juga tercatat sebagai pengajar, dewan penyantun, dan anggota di sejumlah kampus dan keilmuan. Dia juga berperan sebagai pengarah dewan riset BRIN. Harapan Emil ke depan, pendidikan harus diutamakan agar tercapai tujuan kita pada 2045, yaitu Indonesia Emas.
“Semoga semua anak-anak dapat paham tentang ilmu sehingga dapat membantu pembangunan Tanah Air.”

Meuthia Ganie-Rachman
Cendekiawan Kompas Berdedikasi Kompas 2022
