Lebih dari Orang Kampung Sendiri

by [email protected]

Hubungan antarkaryawan di harian Kompas itu sangat cair. Bila sedang nongkrong di warung kopi, misalnya, orang akan sulit membedakan mana bos dan mana anak buah. Semua bisa “berhahahihi”.

Terkadang, saya merasa lebih dekat dengan mereka dibanding orang kampung sendiri. Padahal, kami berasal dari berbagai daerah. Kami hidup dan dihidupi oleh tradisi dan kebudayaan yang jelas berbeda, sering kali bertolak belakang. Alih-alih menjadi alasan untuk bermusuhan, semua perbedaan itu justru jadi tema obrolan nan hangat.

Saya sering ditanya beberapa editor tentang kondisi terkini di Ranah Minang. Saya pun dengan senang hati menjelaskan panjang lebar sampai dia bosan mendengarnya. Hehehe.

Iya, sih. Ada juga di antara kami yang senang menggunjingkan teman sendiri. Tetapi toh ini sekaligus menunjukkan bahwa kami saling “mencikaraui” (memperhatikan).

Berkunjung ke rumah salah satu jurnalis harian Kompas, Agnes Rita di Jakarta Pusat akhir saat hari raya Natal 2020.

Awal tahun , istriku melahirkan anak pertama kami, Arumi dan Aruna (kembar). Dari daftar pembesuk, sekitar 80 persen merupakan karyawan harian Kompas. Awalnya, datang teman seangkatanku, Erika, Sekar, Jul, dan Dive.

Beberapa hari kemudian, berkunjung pula Kepala Desk Investigasi dan Jurnalisme Data, Mas Bil. Aku ingat betul, dia datang tengah malam waktu itu. Karena sudah tak bisa masuk ke ruang pasien, kami duduk saja di depan rumah sakit sambil udud. Dan tentu saja, mas Bil seperti biasa memberikan “ceramah singkat”. Sebagai orang yang lebih dulu menyandang status bapak, ceramahnya sangat bisa diterima.

Setelah mas Bil, Mba Rita dan Nia turut menyusul. Mereka pun ngobrol dengan ibunya si kembar.
Di tengah kehidupan yang kian terdigitalisasi, kehadiran orang secara fisik terasa kian bermakna. Sebab, bukankah kita sudah lelah dengan ekspresi kemanusian yang dihegemoni oleh stiker dan emoticon WhatsApp.

Sementara itu, mereka yang tak sempat ke rumah sakit tak henti-hentinya menanyakan perkembangan si kembar. Kebetulan, Arumi sempat masuk ruang perawatan intensif waktu itu karena lahir dengan berat badan rendah.

Saya tidak merasakan intensi basa-basi di situ. Mereka serius ingin tahu dan peduli sama keluarga kami.

Oleh: Insan Al Fajri

You may also like